Powered By Blogger

foto q

foto q

Sabtu, 23 Januari 2010

apbn

PENGELOLAAN APBN DALAM
SISTEM MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alat utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat pemerintah untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah, APBN bukan hanya menyangkut keputusan ekonomi, namun juga menyangkut keputusan politik. Dalam konteks ini, DPR dengan hak legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dimilikinya perlu lebih berperan dalam mengawal APBN sehingga APBN benar-benar dapat secara efektif menjadi instrumen untuk mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan baik.
Dalam rangka mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, sejak beberapa tahun yang lalu telah diintrodusir Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah. Reformasi tersebut mendapatkan landasan hukum yang kuat dengan telah disahkannya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Hingga tahun 2003 yang lalu–sebelum UU No.17/2003 diundangkan aturan yang berlaku untuk pengelolaan Keuangan Negara masih menggunakan peraturan peninggalan pemerintahan kolonial Belanda seperti Indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW stbl. 1925 No.488 yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867. Selain ICW ada juga Indische Bedrijvenwet (IBW) stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) stbl. 1933 No.381. Sementara itu untuk pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara digunakan Insctructie en verdere bapelingen voor Algemeene Rekenkamer (IAR) stbl. 1933 No.320.
Peraturan-peraturan seperti ICW, IAR, IBW, dan RAB, sengaja diciptakan dan dibuat oleh pemerintahan Kolonial Belanda sebagai penguasa yang menjajah Indonesia saat itu dengan pendekatan untuk menjaga kepentingan negara Belanda atas Indonesia. Paradigma negeri jajahan itulah yang sangat kental mewarnai peraturan-peraturan itu. Ketika diterapkan kepada sebuah negara yang berdaulat dan merdeka seperti Indonesia saat ini, peraturanperaturan itu sudah tidak lagi relevan dan layak dijadikan pedoman pengelolaan keuangan negara. Merubah seluruh peraturan di atas dengan peraturan yang bersemangat independensi dan menjunjung tinggi kedaulatan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, tentunya harus dilakukan. Ke empat belas tim di atas menyadari itu, tetapi upaya yang sangat panjang itu baru dapat mencapai hasil pada tahun 2003, yaitu 58 tahun setelah masa kemerdekaan. Selain itu muatan yang terdapat di dalam aturan-aturan kolonial itu sudah out of date dan tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini, apalagi tingkat kompleksitas permasalahan saat ini jauh lebih tinggi dari masa dulu. Oleh karena itu, walaupun masih berlaku sebagai sebuah aturan perundang-undangan tetapi secara materil sudah tidak dapat dilaksanakan.
Kekosongan perundang-undangan ini membuat lemahnya sistem pengelolaan Keuangan Negara. Selama ini, kekosongan itu hanya dilengkapi dengan Keputusan Presiden, yang terakhir diantaranya di atur oleh Keppres No. 42 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN dan Keppres 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sebagaimana kita ketahui bahwa Keputusan Presiden di dalam tata hukum tidak terlalu mengikat sebagaimana sebuah undang-undang.
Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
Perumusan keuangan negara menggunakan beberapa pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan dari sisi obyek;
2. Pendekatan dari sisi subyek;
3. Pendekatan dari sisi proses; dan,
4. Pendekatan dari sisi tujuan.
Dari sisi obyek Keuangan Negara akan meliputi seluruh hal dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, di dalamnya termasuk berbagai kebijakan dan kegiatan yang terselenggara dalam bidang fiskal, moneter dan atau pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Selain itu segala sesuatu dapat berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subyek, keuangan negara meliputi negara, dan/atau pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
Keuangan Negara dari sisi proses mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek di atas mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.
Terakhir, keuangan negara juga meliputi seluruh kebijakan, kegitan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, pendekatan terakhir ini dilihat dari sisi tujuan.
Dengan pendekatan sebagaimana diuraikan di atas, UU No. 17/2003 merumuskan sebagai berikut: Keuangan negara adalah “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”. (Pasal 1 huruf 1 UU No. 17/2003).
Ruang lingkup keuangan negara sesuai dengan pengertian tersebut diuraikan dalam Pasal 2 UU No. 17/2003 meliputi:
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan
uang, dan melakukan pinjaman;
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Negara;
d. Pengeluaran Negara;
e. Penerimaan Daerah;
f. Pengeluaran Daerah;
g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau daerah;
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas secara ringkas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi enam fungsi, yaitu:
a. Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal. Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal ini meliputi penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN, serta perkembangan dan perubahannya, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan ekonomi makro, pendapatan negara, belanja negara, pembiayaan, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan fiskal dalam rangka kerjasama internasional dan regional, penyusunan rencana pendapatan negara, hibah, belanja negara dan pembiayaan jangka menengah, penyusunan statistik, penelitian dan rekomendasi kebijakan di bidang fiskal, keuangan, dan ekonomi.
b. Fungsi penganggaran. Fungsi ini meliputi penyiapan, perumusan, dan pelaksanaan kebijakan, serta perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur dan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang APBN.
c. Fungsi administrasi perpajakan.
d. Fungsi administrasi kepabeanan.
e. Fungsi perbendaharaan. Fungsi perbendaharaan meliputi perumusan kebijakan, standard, sistem dan prosedur di bidang pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah serta akuntansi pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pengelolaan kas negara dan perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang dalam negeri dan luar negeri, pengelolaan piutang, pengelolaan barang milik/kekayaan negara (BM/KN), penyelenggaraan akuntansi, pelaporan keuangan dan sistem informasi manajemen keuangan pemerintah.
f. Fungsi pengawasan keuangan. Sementara itu, bidang moneter meliputi sistem pembayaran, sistem lalu lintas devisa, dan sistem nilai tukar. Adapun bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan meliputi pengelolaan perusahaan negara/daerah.
Asas-asas Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara professional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 tersebut, UU No. 17/2003 menjabarkannya ke dalam asas-asas umum yang telah lama dikenal dalam pengelolaan kekayaan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan dan asas spesialitas; maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain: akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Kekuasaan atas Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. (Pasal 6 UU No. 17/2003)
Pada dasarnya Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Sebagian kekuasaan itu diserahkan kepada Menteri Keuangan yang kemudian berperan sebagai pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan negara dalam kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagian kekuasaan lainnya diberikan kepada menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang lembaga/kementrian yang dipimpinnya. Jika Presiden memiliki fungsi sebagai Chief Executive Officer (CEO) maka Menteri Keuangan berperan dan berfungsi sebagai Chief Financial Officer (CFO) sedangkan menteri/pimpinan lembaga berperan sebagai Chief Operating Officers (COOs).




Pemisahan fungsi seperti di atas dimaksudkan untuk membuat kejelasan dan kepastian dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab. Sebelumnya fungsi-fungsi tersebut belum terbagi secara tegas sehingga seringkali terjadi tumpang tindih antar lembaga. Pemisahan ini juga dilakukan untuk menegaskan terlaksananya mekanisme checks and balances. Selain itu, dengan fokusnya fungsi masing-masing kementrian atau lembaga diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme di dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah.
Menteri Keuangan dengan penegasan fungsi sebagai CFO akan memiliki fungsi-fungsi antara lain:
1. Pengelolaan kebijakan fiskal;
2. Penganggaran;
3. Administrasi Perpajakan;
4. Administrasi Kepabeanan;
5. Perbendaharaan (Treasury); dan
6. Pengawasan Keuangan.
Seperti halnya pemerintah pusat, pengelolaan keuangan daerah juga menggunakan pendekatan pembagian fungsi yang tidak berbeda. Gubernur/Bupati/Walikota akan memiliki fungsi sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Daerah atau CEO, dinas-dinas sebagai COO, dan pengelola Keuangan Daerah sebagai CFO.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa tinggalin komentar dan alamat e-mail para pembaca artikel ini ya ?